Rabu, 10 Desember 2008

Yang Tersembunyi dari Kopi...



Oleh : Rita (Koran Tempo, 30/8/2005)

Secangkir kopi mengandung antioksidan yang mampu melawan sejumlah penyakit. I love coffee, I love tea I love the Java Jive and it loves me Coffee and tea and the Java and me, A cup, a cup, a cup, a cup, a cup!


Ketika Ink Spots melantunkan Java Jive pada 1940, mereka tidak paham betul bahwa mereka telah mengatakan yang sebenarnya. Kopi yang bagi sebagian orang diteguk untuk menyegarkan pikiran dan mendongkrak energi ketika belajar dan bekerja ternyata memiliki manfaat lebih banyak. Joe A. Vinson, profesor kimia dari Universitas Scranton, Pennsylvania, Amerika Serikat, mengumumkan bahwa kopi memiliki kandungan antioksidan yang tinggi.


Temuan ini menggembirakan bagi penggemar kopi, yang jumlahnya membeludak di berbagai penjuru dunia. Bayangkan secangkir kopi tak hanya nikmat diseruput di pagi buta, tapi juga sore atau malam hari. Keharuman dan kehangatannya begitu menggoda. Pernyataan ahli kimia itu juga mengejutkan, karena selama ini kopi lebih banyak dimunculkan dalam wajah buruk dibanding roman baiknya.


National Cancer Institute menyebutkan bahwa orang yang meminum kopi setiap hari atau hampir tiap hari sebagian besar memiliki risiko kanker dibandingkan dengan yang tidak pernah meneguknya. Para ahli nutrisi juga berteguh bahwa terlalu banyak meneguk kopi juga membuat orang gelisah, bahkan bisa menaikkan kadar kolesterol dalam darah.


Hasil studi Joe dengan timnya setidaknya menjadikan kopi punya dua sisi berbeda.
Joe tidak meminta orang untuk mengkonsumsi kopi dalam jumlah tinggi. Ia lebih menyarankan minum dalam takaran moderat. Ia juga mengingatkan sejumlah buah-buahan dan sayuran lain memiliki kandungan antioksidan lebih tinggi ketimbang kopi, seperti buah kurma, berry, dan anggur merah. Masalahnya, kopi lebih banyak dikonsumsi orang ketimbang tiga macam buah tersebut.


Survei tersebut berdasarkan makanan yang banyak dikonsumsi orang Amerika. Mereka menyimpulkan bahwa rata-rata orang dewasa mengkonsumsi 1.299 miligram antioksidan setiap hari dari kopi. Kompetitor terdekatnya, teh, mencapai 294 mg. Lima sumber terbesar antioksidan bagi penduduk Amerika selain kopi dan teh adalah pisang 76 mg, kacang-kacangan yang dikeringkan 72 mg, dan jagung 48 mg. Menurut Departemen Pertanian AS, rata-rata orang dewasa Amerika meneguk 1,64 cangkir kopi per hari.


Antioksidan pada kopi agak berbeda dengan yang terdapat pada buah-buahan. Antioksidan pada kopi, yang dikenal dengan sebutan polyphenols, sering kali memiliki ikatan dengan molekul-molekul gula, sehingga kadang membuatnya tak termasuk dalam grup antioksidan. Namun, menurut Joe, zat-zat kimia dalam lambung dapat memutuskan ikatan dengan molekul gula sehingga polyphenols bisa bebas.


Antioksidan merupakan vitamin dan mineral yang bisa mencegah oksidasi--sebuah proses yang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel dan mendorong terjadinya penuaan. Menurut American Dietetic Association, kumpulan antioksidan bisa meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan bisa mengurangi risiko infeksi, penyakit jantung, dan kanker. Joe menyatakan hal-hal terbaru dari studi tersebut bahwa kopi bisa melindungi tubuh dengan melawan penyakit lever dan usus besar, diabetes tipe 2 dan penyakit parkinson.


Tahun lalu, peneliti Harvard School of Public Health juga menyebutkan, meminum kopi bisa mengurangi risiko berbagai jenis diabetes. Pria yang meminum lebih dari enam cangkir per hari memiliki risiko lebih rendah menderita diabetes tipe 2 hampir 50 persen. Bagi wanita, reduksi risiko hampir 30 persen. Keduanya dibandingkan dengan pria yang tidak meminum kopi sama sekali.

Catherine Jen, profesor nutrisi dan pemimpin Wayne State University's Department of Nutrition and Food Science, Detroit, menyebutkan, penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa satu per tiga orang mendapat antioksidan dari kopi, karena si hitam tersebut merupakan minuman yang paling populer.

Tapi jangan tergantung antioksidan pada kopi. "Lebih baik mendapatkan antioksidan dari buah dan sayuran. Sebab, selain antioksidan, orang akan mendapat nutrisi lebih banyak, seperti vitamin B, mineral, dan zat besi," katanya.

Diposting oleh : Uji Saptono

Kamis, 27 November 2008

Cupping sebagai Acara Ritual Kami.....


Oleh : Uji Saptono


Cupping atau kegiatan panel kopi merupakan ‘ritual’ dalam dunia perkopian, terutama terkait dengan pengendalian mutu kopi pada umumnya. Menurut SCAA (Specialty Coffee Association of America), cupping didefinisikan aktivitas evaluasi sensorik yang tersistematis menyangkut atribut mutu aroma dan rasa biji kopi. Seringkali dalam tata laksananya melibatkan para ahli yang terdiri dari pembeli, penanam kopi, roaster; dalam istilah organoleptik mereka disebut sebagai panelis. Spesial untuk menguji kopi biasanya mereka termasuk kategori panelis sangat ahli yang ‘patent’ dalam melakukan tahap demi tahap cupping mulai dari persiapan sample sesuai standar brewing sampai detail evaluasi sensoriknya.
Dalam prakteknya, panelis ahli/madya bisa dilatih dan ‘dibentuk’ yang mana secara umum biasanya dalam evaluasi sensoriknya mencakup beberapa karakteristik mutu seperti :

1. Fragrance (keharuman biji kopi setelah digiling)
2. Aroma (keharuman bubuk kopi setelah disedu dengan air)
3. Taste (flavor/rasa kopi)
4. Nose (sensasi kompleks yang bisa dihirup ketika seduhan kopi masih berada dalam
mulut/lidah)
5. Aftertaste (sensasi rasa dan aroma yang tertinggal/masih bisa dirasakan setelah kita
meminum kopi)
6. Body (tingkat rasa kekentalan kopi yang mampu diecap oleh mulut/lidah)
Tanggal 19 November 2008, ‘para villagerian’ melakukan aktivitas cupping untuk beberapa tipe kopi yang berasal dari Linthong, Aceh Takengon, Bali Batur, Bali Peaberry, dan Mandhailing. Deskripsi dari para penelis bisa dipaparkan sebagai berikut :
Linthong : woody (aroma kayu bakar) & floral flavors, full-medium body, smooth aftertaste
Aceh Takengon : freshly aromatic, full body, caramel & fuity flavors
Bali Batur : full body, nutty & woody flavors
Bali Peaberry : freshly aromatic (aroma segar), full body, fruity and chocolate flavors, well rounded
Mandhailing : highly aromatic, full body, woody mirip smooky flavors, smooth aftertaste

Sebagaimana layaknya aktivitas evaluasi sensorik, kendati dia memiliki semacam ‘pakem’ atau panduan baku - tetap saja unsur subyektifitasnya sangat mewarnai hasil evaluasi sensorik tiap panelis. Itu semua tergantung dari jenis kopi, tipe roasting, tingkat kehalusan bubuk kopi, model/gaya brewing, kualitas air seduhan, suasana/nuansa dan faktor lainnya yang bersifat psikologis dari si panelis sendiri.

Dunia perkopian mengenal cara baku untuk evaluasi sensorik (cupping) ini seperti versi SCAA yang banyak dianut sebagai madzab cupping. Apakah ada madzab lain? Atau apakah madzab utama ini ‘boleh ditafsirkan kembali’ sesuai dengan ‘konteksnya’? Memang serba ‘berresiko’ jika harus bersinggungan dengan mainstream, karena toh jika metode atau system tatacara evalusi sensorik ‘baru’ suatu saat ditemukan sesuai dengan ‘konteks’ maka sudah pasti labelisasi sebagai yang ‘sesat’ kemungkinan akan diterima kepada si innovator.
Cupping untuk beberapa kopi Indonesia memang luarbiasa beragam deskripsinya. Keragaman deskripsinya ini seperti menggambarkan betapa limpahan karunia Sang Khalik untuk negeri ini tidak pernah putus-putusnya. Pun demikian dengan kopi, bayangkan jika dari 1000 lebih jenis senyawa volatile bisa dihasilkan dari satu jenis kopi bagaimana tidak terbatasnya jenis sensorik yang bisa dideteksi oleh lidah manusia. Oleh karenanya, ritual cupping ini kami “redefinisikan” sebagai tidak hanya aktivitas evaluasi sensorik oleh panca indra kita namun juga evaluasi sensorik ‘passion’ yang memang benar-benar deskripsinya hampir tanpa batas. Ya aroma dan rasa kopi memang dunia yang hampir tanpa batas, suatu tanda dari yang menciptakannya. Tanda bagi kita sebagai ‘panelis kodrati’ untuk terus mencari reservoir-reservoir bagi yang namanya ‘kebenaran deskripsi sensorik sejatinya kopi’, karena pada hakekatnya ia juga tanpa batas. Kita sendiri yang terkadang membuat batas-batas itu, karena sudah ada pakem mainstream yang mencoba mendeskripsikan evaluasi sensorik kopi itu dalam blok-blok imajiner yang bisa dituangkan secara kualitatif dan kuantitatif.
Nah jika sudah sampai pada ‘hakekat deskripsi sensorik kopi ini’ maka kita bisa saja menarik simpulan bahwa sebenarnya deskripsi sensorik kopi bisa menghasilkan evaluasi yang ‘well rounded’ jika memenuhi syarat seperti : ia ditanam, dirawat, dipanen dan diproses pasca panen s/d siap saji - tidak ada lain kecuali dengan landasan ikhlas semata-mata untuk ‘menciptakan nilai lebih (baik, bermanfaat dll) bagi alam dan sesama’. Jadi memang tidak bisa dipungkiri bahwa sejatinya terdapat gap ketika kita bicara ‘passion’ dalam konteks mainstream tatacara evaluasi sensorik kopi versi ‘barat’ (SCAA dll) dengan ‘versi’ komunitas GlobalVillage. Bagi Anda yang sudah bergabung dengan Komunitas GlobalVillage siap-siap saja dicap sebagai si sesat dalam hal mendeskripsikan evaluasi sensorik kopi karena di seberang sana ada mainstream…. Bagaimana?

Kamis, 11 September 2008

Kopi, Kenyataan atau hanya Omong Kosong?


Oleh : Topan
Bisakah kopi secara nyata bermanfaat untuk anda? Apakah RED BULL memiliki lebih banyak atau lebih sedikit kandungan caffeine dari pada kopi dengan jumlah yang sama? Ujilah kemampuan anda tentang kopi dengan tulisan ini.Kenyataan atau omong kosong? Kopi 3 cangkir sehari dapat meningkatkan memori anda…Kenyataan. Pada bulan November 2005. para peneliti Austria menjelaskan bahwa caffeine yang dikandung oleh kopi dapat meningkatkan memori dan konsentrasi pikiran anda untuk jangka waktu tertentu. Setelah memberikan kopi yang setara dengan 2 cangkir kepada sukarelawan, aktifitas otak sukarelawan meningkat pada dua bagian, yaitu pada bagian memori (otak bagian depan), dan pada bagian yang mengatur tingkat konsentrasi/focus (anterior cingulum)Penelitian yang dipublikasikan pada Agustus 2007, tentang saraf, (medical journal of the American Academy of Neurology) menemukan bahwa dampak dari konsumsi kopi bisa bertahan lebih lama, khususnya pada wanita. Pada akhir dari penelitian yang dilakukan selama 4 tahun ini, para peneliti menemukan bahwa wanita yang berumur 65 tahun atau lebih tua yang mengkonsumsi lebih dari 3 cangkir kopi sehari (atau sejumlah caffeine yang sama pada teh) mengalami penurunan daya ingat 33% lebih sedikit daripada wanita yang mengkonsumsi kopi hanya 1 cangkir atau lebih sedikit dalah satu hari.Hubungan antara caffeine dan memori tidak diobservasi pada pria, hipotesa penulis adalah kemungkinan metabolisme caffeine pada pria dan wanita berbeda.Hal ini adalah berita menarik untuk para perempuan, walaupun dalam hal ini terlalu awal untuk merekomendasikan caffeine sebagai salah satu alternative jalan keluar untuk mengobati masalah yang menyangkut daya ingat.Fakta atau omong kosong? Kopi dan olah raga mencegah kanker kulit…..Mungkin. Menurut salah satu studi baru Rutgers University yang dilakukan pada tikus, kombinasi antara olah raga dan caffeine meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi sel pra-kanker yang dipicu oleh sinar ultraviolet yang dihasilkan sinar matahari. Konsumsi caffeine sendiri dapat membantu meghancurkan sel pra-kanker kulit, sebagaimana olahraga juga dapat menghasilkan efek serupa. Tapi dengan mengkombinasikan kedua hal tersebut (caffeine dan olahraga) dapat menghasilkan perlindungan yang lebih signifikan. Dr. Allan Conney, salah satu penulis tulisan tersebut menggarisbawahi kemungkinan beberapa hal terjadi secara sinergi diantara dua hal tersebut, yaitu konsumsi caffeine dan olahraga secara bersamaan.Tentu saja kedua hal tersebut bukan pengganti sunscreen atau kanopi yang ada di rumah anda!!!Fakta atau omong kosong? Minuman energi memberikan lebih banyak caffeine daripada kopi…….Mungkin. Hal tersebut sangat tergantung dari minuman energi yang diminum. Sebagai contoh, Red Bull dikenal sebagai minuman energi, tapi hanya mengandung 80 miligram caffeine dalam setiap kemasan 8 ounce, lebih sedikit dibandingkan dengan secangkir kopi yang bisa mengandung caffeine mencapai 100 miligram. Bisa dikatakan, ini adalah perbandingan kasus per kasus, untuk lebih memastikan perbandingan caffeine yang dikandung periksalah label pada kemasan. (bagi anda yang ingin lebih praktis…… minumlah kopi, tanpa perlu memusingkan konten dari produk)Fakta atau omong kosong? Kopi mempengaruhi kinerja anda…Kenyataan. Konsumsi kopi sebelum beraktifitas dapat meningkatkan kemampuan fisik anda, 100 miligram cafeein yang setara dengan kandungan di dalam secangkir kopi, menunjukkan bahwa dapat meningkatkan penampilan atletik pada orang yang melakukan aktifitas olah raga (besarnya pengaruh akan berbeda pada setiap orang). Para peneliti belum yakin kenapa hal tersebut bisa terjadi, tapi kemungkinannya adalah caffeine memberikan signal kepada otot untuk mengabaikan rasa lelah dan berkontraksi dengan cara yang berbeda.Beberapa anggapan yang mengharuskan seseorang menghindari caffeine:Orang yang sensitive terhadap caffeine: caffeine akan merangsang saraf untuk terus beraktifitas, sehingga tidak bisa tidur atau mengalami pusingOrang yang memiliki masalah dengan gas di dalam lambung: caffeine pada jumlah tertentu dapat mengiritasi lambungOrang dengan tekanan darah dan jantung yang tidak normal: untuk kasus ini, jika tetap ingin merasakan nikmatnya secangkir kopi silakan berdiskusi dengan dokter anda sebelumnyaSekarang …………. Siapkan anda untuk menerima kopi sebagai salah satu ciptaan Tuhan yang didalamnya terdapat begitu banyak keajaiban yang mungkin tidak akan pernah habis untuk digali dan diteliti?

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani (Seri 1)


O coffee, you dispense your blessing, you are the drink of those who love God, you give health to those who tire themselves in search of wisdom. Only the good man, the drinker of coffee, knows the truth. Would that God should will it, that those who persist in decrying this beverages shall never be allowed to drink it’
(Syeikh Abd el-Kadir)


Oleh : Akhmukhtar (2007)



Nama tokoh ini bagi kebanyakan Muslim tak asing lagi. Apalagi di dunia sufisme dan tarekat, dia dinilai sebagai salah seorang pengembang aliran tarekat Islam, yakni tarekat Qadiriyah, yang kini banyak diikuti Muslim di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Dia adalah Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Beberapa kalangan kerap kali juga menyebut pendiri tarekat Qadiriyah ini sebagai tokoh spiritual yang mencapai derajat wali sehingga banyak cerita atau hikayat yang menempatkan dirinya dalam posisi amat istimewa, luar biasa dan penuh kekeramatan.Dilahirkan di Gilan atau Jailan di selatan Laut Kaspia, Persia (kini Iran) pada 1 Ramadhan 470 H (1077 M), ia bernama lengkap Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir. Kata “Jailani” di belakang nama Syeikh Qadir tampaknya merujuk pada kampung kelahirannya. Ayahnya bernama Abu Shaleh, seorang yang taat kepada Allah dan memiliki hubungan keturunan dengan Imam Hasan, putra sulung Sayyidina Imam Ali ra (saudara sepupu Nabi SAW) dengan Fatimah, anak perempuan Rasulullah.Sedangkan ibunya adalah putri Abdullah, Shaumayya, wanita yang begitu taat menjalankan agama, merupakan keturunan Imam Husain, anak Imam Ali dengan Fatimah. Dengan demikian, Syeikh Abdul Qadir, yang di kalangan Muslim Indonesia dikenal dengan sebutan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani ini adalah anak keturunan Hasan dan Husain, yang secara tak langsung masih memiliki keturunan nasab dengan Rasulullah SAW.Sejak kecil, Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dikenal sebagai anak yang pendiam, mempunyai etika dan sopan santun yang tinggi. Di usia dini itu, ia kerap kali termenung dan sangat cenderung kepada dunia mistik (pengalaman keruhanian). Menginjak usia 18 tahun, terlihat betapa Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sangat tamak terhadap ilmu dan ingin selalu bersama-sama dengan orang-orang shaleh. Kondisi inilah yang mendorong dirinya di usia muda untuk berkelana ke negeri pusat ilmu kala itu, yakni Baghdad (Irak).Tokoh ini kehilangan ayahnya pada usia muda. Ia kemudian dipelihara dan dididik kakeknya hingga usia 17 tahun. Pada usia itu, ia dikirim ke Baghdad untuk menimba ilmu yang lebih tinggi. Di Baghdad, Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menjadi murid kesayangan Abu Zakaria Tabrezi, rektor Jamiat Nizhamiah, salah satu perguruan tinggi Islam terkemuka saat itu. Delapan tahun menuntut ilmu di perguruan itu, Syaikh Abdul Qadir Al Jailani berhasil menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang diajarkan.Otaknya yang cerdas dan ingatan yang kuat membuat ia jadi salah satu lulusan terbaik sekolah tersebut. Setelah menguasai perbendaharaan ilmu, Syaikh Abdul Qadir Al Jailani tertarik melakukan pelatihan ruhani. Ia pun menjadi murid Syeikh Abu Said Mukhzumi, orang shaleh termasyhur pada masa itu. Tampaknya perpaduan dua perguruan, pemikiran dan ruhani tersebut, membuat Syaikh Abdul Qadir Al Jailani mampu menjadi salah seorang ulama yang disegani di Baghdad.Dalam buku Menyingkap Rahasia Keghaiban Hati disebutkan, sebagian kalangan Muslim saat itu menjuluki dirinya dengan sebutan Ghautsul A’zham (wali Allah yang paling agung). Menurut pemahaman para sufi, “Ghauts” berada di bawah peringkat para nabi dalam derajat keruhanian dan dalam menyampaikan rahmat Allah kepada manusia.Padahal tokoh ini sebenarnya lebih dari itu. Ia merupakan tokoh yang mampu memadukan syariat (ajaran agama) dan tarekat (spiritualisme) dalam kehidupan sehari-hari. Menengok kehidupannya di abad 11 Masehi yang penuh dengan pertentangan antara spiritualisme ekstrim Mansur Hallaj dan rasionalisme Muktazilah, maka keberhasilannya memadukan keduanya dalam praktik kehidupan merupakan prestasi puncak yang berhasil diraih seorang ulama. Kala itu, dunia Islam penuh dengan kekacauan dan pergolakan. Umat dan para pemimpinnya jatuh dalam dekadensi politik dan moralitas. Zaman emas khalifah Abbasiyah telah lampau. Kekhalifahan Islam jatuh ke tangan khalifah yang lemah, tenggelam dalam kehidupan mewah dan suka berfoya-foya.Kefasihan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam bertutur dan kekayaan batin yang dimiliki membuat setiap ceramah yang dilakukannya mampu menarik massa demikian besar. Tak kurang dari 70-80 ribu massa hadir setiap kali Syeikh Dul Kadir mengadakan pengajian. Tak hanya khayalak ramai hadir dalam setiap pengajiannya, namun juga pembesar bahkan khalifah Abbasiyah sendiri datang hanya untuk mendengarkan setiap ulasan ajaran Islam yang dibawakannya.Hampir selama 40 tahun lamanya, Syaikh Abdul Qadir Al Jailani membimbing masyarakat ramai lewat pengajian dan madrasah yang didirikannya. Pada usia 91 tahun, ia pun berpulang ke Rahmatullah dengan meninggalkan warisan tak ternilai. Dan putra-putrinya yang berjumlah banyak (20 putra dan 29 putri, menurut Ensiklopedi Indonesia, Red) meneruskan ajaran dan pelatihan ruhani yang pernah diajarkan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani.Putra-putranya itulah bersama para muridnya yang akhirnya membentuk tarekat-tarekat dengan sebutan Qadiriyah, menisbatkan pada nama guru dan ayah mereka. Awalnya, tarekat ini berkembang pertama kali di Irak, Syria, Mesir, dan Yaman. Pada tahap berikutnya, tarekat ini menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Selain tertua, sampai sekarang tarekat ini dianggap paling banyak mendapat pengikut dibanding tarekat-tarekat lainnya.Perjalanan panjang Syaikh Abdul Qadir Al Jailani baru berakhir ketika atas kehendak Yang Mahakuasa, pendiri tarekat shufiyyah Al Qadiriyah ini dipanggil menghadap Sang Ilahi Rabbi pada Tahun 11 Rabiul Awwal 561 H (1166 M). Oleh para pengikutnya, tanggal wafatnya ini selalu dikenang dan mempunyai arti tersendiri. Bahkan di India dan Pakistan, hingga kini, tanggal tersebut dinamai dengan “Jiarwin Sharif.@Sumber Gambar : Boe, Philippe (2003)

Menemukan Sosok Supriyadi dalam Secangkir Kopi...


No one can understand the truth until he drinks of coffee’s frothy goodness’

(Sheikh Abd el-Kadir)


Oleh : Uji saptono


Kehadiran Eyang Endaryoko Wisnuprabu yang mengaku sebagai sosok Supriyadi cukup mengundang respon yang beragam di masyarakat kita; ada yang sinis, antusias, datar-datar saja, bahkan dengan berbagai pisau analisa ilmiah sosio antropologis pun menjadi ‘discourse’ tentang sosok epik Supriyadi yang serba misterius ini. Sampai sekarang.Tulisan ini mencoba untuk sedikit keluar dari ‘kotak’ discourse arus utama, dengan mengacu pada beberapa factor analisis seperti kondisi psikologis bangsa Indonesia yang sangat membutuhkan public figure yang benar-benar bersih, dan (adanya) keinginan kolektif yang ‘begitu kuat’ dan ‘memberi harapan’ untuk secara bersama-sama membangun character building dari bangsa yang sedang dalam proses ‘belajar bangkit’ dari keterpurukan dan kembali lagi mencari mimpi bersama yang lebih beradab dan actual.Tidak bisa dipungkiri bahwa, salah satu kerugian modal sosial budaya kita adalah ‘hilangnya’ beberapa kata bijak seperti kepahlawanan, kejujuran, loyalitas, harga diri, altruisme dll.. Disebut ‘hilang’ karena beberapa kata tersebut dianggap ‘aneh’ untuk konteks masyarakat Indonesia kini. Menurut Wenas (2008), kondisi serba miskin perbendaharaan kata-kata bijak dan mulia ini sebenarnya sudah menjurus (dan merefleksikan) kepada ciri-ciri masyarakat yang koruptif par excellent. Legacy (nama baik, reputasi) dan noblesse-oblige (tanggung jawab moral/agung) sudah menjadi kata-kata sangat jarang ditemukan pada mimbar-mimbar agung bisnis, ekonomi, hukum, sosial, apalagi politik. Bayangkan; hampir setiap hari bisa kita lihat dan cermati bersama betapa berita mengenai korupsi (yang sudah melembaga sebagai sistem rente ekonomi baru yang bekerja seperti mafia), kejahatan horizontal, aksi anarkis & kebencian karena perbedaan keyakinan (dan agama) dll selalu memborbardir memori otak kita. Rekontruksi seperti apa yang harus kita lakukan pada konteks masyarakat seperti ini?Sumber nilai (core value) dalam gatra kehidupan masyarakat kita memang sudah mengalami erosi cukup lama karena begitu dominannya gatra-gatra pada ranah materi yang notabene secara kuantitatif bisa diukur secara angka-angka. Gatra yang sebenarnya tidak terbatas zonanya seperti agama atau keyakinan dan budaya justru tidak/kurang mendapat tempat dalam discourse para elit. Munawar (1999) bahkan menyebutkan bahwa nilai-nilai agama dan budaya ini seharusnya merupakan suatu sinyal kendali dalam mewujudkan kehidupan sosial, politik dan ekonomi.Melalui analisis sistem kendali nilai ini, perilaku setiap individu sebenarnya merupakan manifestasi dari sistem kerja ‘dialektika’ antara gatra yang lebih tinggi levelnya (sebagai acuan atau sinyal kendali) dengan gatra yang lebih rendah. Proses ‘dialektika’ antar gatra ini kemudian menghasilkan ‘out put’ aksi atau tindakan yang biasanya selalu diiringi dengan atribut-atribut legitimasi pada konteks waktu dan ruang. Apa yang terjadi jika kemudian, gatra pada level yang ‘sebenarnya’ sebagai sinyal kendali itu tidak berkembang ‘cukup kaya’ (?), hal mana kemudian ketika kita butuh rujukan/acuan nilai justru umpan baliknya tidak relevan lagi? Proses ‘dialektika gatra’ inilah yang menurut penulis menjadi pemicu kenapa kita begitu gagap ketika harus merespon kontrak sosial dengan komunitas yang berbeda (esp secara ideologi, agama , keyakinan dll), kegagapan juga dalam menafsirkan persoalan-persoalan postmodern, kegagapan dalam menghadapi benturan dan ‘ancaman’ vis a vis neo kapitalisme global, kegagapan dalam menghadapi konflik internal pribadi kita, bahkan kita gagap dan bingung untuk meneruskan cita-cita reformasi pasca 1998!!Tuntutan untuk terus memperkaya sumber nilai kolektif atau sinyal kendali nilai ini sudah harus kita perkuat melalui kanal-kanal perubahan sosial dengan berbagai cara yang elegan dan ‘pas branding’-nya. Pendekatan sosial budaya melalui mimbar-mimbar budaya-agama dan edukasi keluarga kendati kurang dari sisi kekuatan struktural dan ‘cenderung normatif’; paling tidak bisa menjadi alternatif untuk menata unit terkecil dari sistem nilai kolektif kita dan bahkan mungkin mampu menjadi ‘filter pertama’ yang ampuh untuk menegaskan bahwa ‘nilai-nilai pasar’ seperti kerakusan, keegoan, kesombongan, kejahilan, mengambil yang bukan haknya itu sebenarnya sudah tidak kontekstual lagi. Hari gini masih korupsi (??), demikianlah kira-kira….Begitupun dengan Eyang Endaryoko Wisnuprabu…dia sebenarnya berhak untuk mengaku sebagai Supriyadi dalam sosok ‘ideal Supriyadi’, yang kita semua tahu; di sana ada heroisme, keberanian, dan spirit anti penindasan! Secara ragawi (mungkin;paling tidak menurut banyak ahli sosio antropologis) dia tidak incharge dalam revolusi fisik yang melibatkan Supriyadi (ketika itu), namun secara spirit kenapa tidak mungkin? Bisa jadi eksistensi spirit (roh, soul) Eyang Endaryoko Wisnuprabu sudah ‘mengejawantah’ dalam pergolakan revolusi (ketika itu). Dengan demikian, pangkal persoalan mengenai sosok Supriyadi adalah bukan pada sosok fisiknya semata namun lebih kepada ‘sosok ideal Supriyadi’. Ini menyangkut deskripsi ‘taste’ dan ‘aroma’ mungkin ‘tekstur’ kita (saja ) mengenai arti kepahlawanan pada alam sosial yang sudah cukup koruptif par excellent. Ibaratnya adalah seperti kita meminum secangkir kopi. Taste. Aroma. Body/Tekstur. Acidity. Dan lain-lain. Hanyalah bisa dirasa dan benar-benar ada proses persenyawaan di situ jika kopi yang kita minum itu benar-benar kopi tulen. Asli. Bisa jadi blended tapi tetap pada track keaslian kopi…Jadi untuk menemukan ‘sosok ideal Supriyadi’ memang membutuhkan persepsi tentang ‘taste, aroma, dan tekstur’ yang benar-benar mampu mencerminkan kompleksitas dan kedalaman dari sistem nilai kolektif kita…dan ternyata kopi itu identik dengan kompleksitas sendiri. Dia bisa menggambarkan, sekaligus bisa mengurai kompleksitas dan kedalaman makna ke dalam ‘bahasa’ kesederhanaan yang bisa dirasa oleh setiap orang tanpa memandang agama, ras, bangsa, gender dan suku sekalipun. Untuk Anda yang masih belum percaya dengan ‘sosok ideal Supriyadi’ dalam diri Eyang Endaryoko Wisnuprabu … “kapan lagi untuk tidak menunda-nunda minum kopi?” sekali lagi, siapa tahu di sana makna kesejatian mengenai arti kepahlawanan bisa dirasakan….(note : sumber foto dari : www.foto-foto.com)

Wah-wah Kopi


Oleh : Indro Suprobo (Resist Book)


Uraian panjang tentang sejarah kopi itu menarik sekali Uji!. Di balik segelas kopi memang tersimpan sejarah peradaban baik yang beradab maupun yang mengakibatkan penderitaan para buruh pekerja perkebunan. Tampaknya dirimu membaca beberapa literatur tentang kopi. Tentu menjadi bacaan yang menarik juga sebagai bahan renungan.Sebagai penikmat kopi, aku selalu meminumnya minimal dua kali dalam sehari, pagi hari dan sore hari. Jumlah gelas kopi akan menjadi lebih banyak apabila aku harus duduk menulis di rumah, di samping jendela yang menghadap hamparan hijau tanaman petani. Kalau sore, kopi panas selalu kuseruput sambil ngobrol bersama istri. Aku lebih suka kopi bubuk berampas, sementara isteriku lebih suka kopi tanpa ampas dan hanya bisa menghabiskan separo gelas, separonya lagi kuhabiskan sendiri.Menjelang hari libur (malam minggu atau malam libur), aku dan istri biasa ngobrol atau berdiskusi berdua sampai larut malam ditemani segelas kopi untuk berdua. pacaran. Maklumlah, sebelum menikah kami belum menikmati pacaran, karena yang ada adalah diskusi panjang dan berjuang mengupayakan "surat ijin menikah" sebagai akibat dari perbedaan agama. setelah perjuangan kemerdekaan pernikahan diperoleh, barulah kami menikmati pacaran. bentuknya tidak berubah : ngobrol dan diskusi panjang.Dulu sekali, setiap minum kopi selalu harus disertai dengan menghisap dji sam soe. sejak 93-99 aku adalah perokok berat. bahkan, kalau bulan ramadhan, begitu mendengar adzan maghrib, yang mula-mula dibeli dari warung angkringan adalah beberapa batang dji sam soe dan kopi yang dibungkus dalam plastik, yang akan diminum dan dihisap bersama dengan para sohib dari IAIN di sebuah kamar kost sambil bersarung. buka puasa yang nikmat. lebih nikmat lagi kalau kopi ditemani oleh cerutu havana. ah, aku pernah menikmatinya juga. seorang pastor dari swiss membawakan cerutu havana (cuba) dalam kotak kayu panjang. pahit....dan....nikmat.... tapi jujur saja, aku tak terlalu suka cerutu. mulutku lebih cocok dengan gudang garam merah keretek tahun 90-an.Setelah menikah, aku berhenti merokok begitu saja, tetapi minum kopi terus berlangsung seumpama meminum anggur dalam misa di gereja katolik, segar dan menghidupkan, terutama di kala badan terasa penat oleh beragam soal. minum kopi, minum anggur atau makan coklat, dalam kadar dan takaran yang ugahari merupakan cara mendapatkan kegembiraan dan semangat. tetapi jika kelebihan, tentu resikonya macam-macam. semua yang berlebih tentu saja akan bersifat candu.Sore kemarin, anakku yang baru berumur 6 tahun, sempat bertanya kepadaku,"Ayah, kenapa kamu suka sekali minum kopi yang hitam seperti itu?". Kujawab,"Orang dewasa seperti ayah senang minum kopi karena kopi membuat gembira dan rasanya enak. Anak-anak belum boleh minum kopi karena ginjalnya belum kuat. lebih baik minum susu". Setelah itu, dia bilang,"Baiklah. Ayah boleh minum kopi, tapi sambil bercerita tentang kucing kecil yang naik lokomotif ya" Ha ha ha....itulah cerita karanganku sendiri yang sangat disukai oleh anakku dan bisa menjadi obat mujarab ketika anakku sedang marah atau merasa takut ketika terlambat berangkat sekolah. Minum kopi juga membantu kita merasa relax untuk membuat cerita khayalan sendiri yang membantu anak-anak kita menemukan kegembiraan meskipun di rumah tidak terdapat televisi.Aku belum pernah menyelidiki secara detail pabrik kopi dan merek manakah yang paling adil terhadap buruhnya sehingga menambah rasa nyaman ketika diseruput ke dalam mulut. Sampai sekarang memang belum ada merek kopi yang bernama "kopi adil" dengan iklan "secangkir kopi yang anda angkat, benar-benar kopi yang adil".Nah mereka yang belum pernah menikmati kopi memang harus waspada karena sekali saja merasakan nikmatnya kopi, akan merasakan keinginan untuk mengulanginya. maka pantas dikemukakan di sini sebuah peringatan:"Awas bahaya laten komunis (kenikmatan kalau owe minum kopi manis)!"

Cerita Lepas dengan Teman Lama...


Selasa 12 Agustus 2008, saya kirim e-mail ke salah satu kolega sesama alumni SMP yang getol minum kopi.Dia minta saya untuk cerita lepas tentang kopi. Dia mungkin bisa menjadi salah satu 'simpatisan' global village. Ingin tahu cerita saya?Berikut ringkasannya:"Menurut banyak versi cerita (tale) kopi berasal dari Ethiopia, sebagian lainnya menyebutkan berasal dari Arab yang konon dikisahkan ketika Nabi Muhammad SAW sedang sakit oleh Malaikat Jibril dibawakan minuman yang berwarna hitam dan berefek menyembuhkan....dari sinilah kemudian minuman kopi menjadi popular, terutama sebagai icon acara-acara ritual kaum sufi karena mereka yakin dengan meminum kopi maka daya konsentrasi untuk menyelami ‘lautan tanpa tepi….’ bisa meningkat bahkan ketika melewati tengah malam. Kehadiran minuman kopi di tanah Arab sebagai counter budaya minuman khamar ini lalu disebutlah kopi sebagai ‘Arab Wine’atau qahwa. Dalam beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa oleh orang-orang Yaman-Arab kopi menjadi komoditi niaga ke beberapa Negara Eropa. Perdagangan pertama untuk komoditi kopi ini tercatat pada tahun 1604 di Venice, dari sini kemudian kopi dikenal di daratan Eropa. Terutama Belanda, Inggris, Perancis, Spanyol, Portugis,…..mereka lalu membudidayakan di negara-negara jajahan termasuk ke Indonesia. Tahun 1696, kopi berhasil dibudidayakan di Tanah Jawa oleh Belanda (dari sini kemudian banyak cerita seru (dan menyedihkan) tentang politik tanam paksa s/d advokasi-nya E. Douwes Dekker/Multatuli dengan bukunya Max Havelaar)…Kembali lagi ke abad pertengahan di Eropa…Kopi memang kemudian merubah wajah Eropa dengan berkembangnya banyak kafe sebagai tempat mendiskusikan isu-isu actual tentang social, dagang bahkan politik (kopi sudah menjadi icon peradaban bahkan kemudian melahirkan renaissance di Eropa…). Tercatat kafe yang pertama berdiri di Eropa adalah pada tahun 1555 di Konstantinopel (sekarang Istambul :red) oleh dua orang Syria. Perkembangan luarbiasa justru terjadi di Perancis, dimana jumlahnya mencapai 300 lebih pada abad 18 (esp di Paris), jumlahnya kemudian membengkak pada tahun 1850 menjadi 3000!!Salah satu kafe yang cukup melegenda di Perancis adalah kafe Regence yang dibuka pada tahun 1688-di tempat inilah Napoleon Bonaparte muda sering main catur,,,dan bahkan Lenin dan Karl Marx pun sering bertemu (mereka pusing karena belum juga ‘bertemu Tuhan’ padahal sudah sering minum kopi hehehe..) dan untuk discourse ttg ide-ide kolaborasi komunisme dan Pas Islamisme dari ‘Yang Terlupakan’ Tan Malaka…(!?) Sampeyan bener Pak Guru, bahwa dengan campuran robusta dan arabica (istilahnya blended) memang idealnya bisa menemukan racikan yang ‘top markotop’. Biasa disebut sebagai well rounded :aromanya masuk, rasanya masuk, teksturnya masuk, after taste-nya masuk…pokoke seperti mencapai fase ectasy …Kopi robusta secara umum karakternya agak pahit, full bodied, aromanya kadang spicy (terutama dari Jawa) sedangkan arabika : sangat aromatic (terkadang fruity, nutty, flowery dll), acidity-nya kuat, light body…Btw itu semua juga tergantung dengan tipe roasting seperti apa?mau dark, medium atau light roasting?Untuk sampai pada formula yang ‘pas’ memang cukup kompleks karena sangat subyektif untuk setiap orang dan bahkan secara teori menunjukkan bahwa proses penyangraian (roasting) itu ternyata ‘melibatkan’ lebih dari 900 jenis senyawa aromatic (istilahnya reaksi Maillard dan degradasi Strecker;red).Ringkasnya, sampeyan nek nggawe kopi iku nembe digiling langsung ‘di espresso’ (dijor banyu panas..) dan ojo sampek lebih dari 20-25 menit, kudu disruput (di-shoot :red) sampai tinggal ampase, nek wis ngono mengko tak ramal masa depane sampeyan dari pola ampase kopi…hehehe…nek jarene wong Turki : “Coffee should be black as hell, strong as death, sweet as love… (diterjemahkan secara bebas dalam versi Inggris). Nah bagaimana dengan sampeyan?"